Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran bahasa Indonesia masih lebih banyak menekankan pada penguasaan aspek teoretis daripada terapan. Guru bahasa cenderung memisahkan pelajaran bahasa Indonesia dalam 2 dikotomi yaitu kebahasaan dan kesusastraan. Pada aspek kebahasaan masih banyak disajikan pembelajaran yang berkaitan dengan teori kebahasaaan, demikian juga pada bidang sastra. Padahal, pembelajaran bahasa tidak berarti ingin menjadikan anak sebagai ahli bahasa ataupun sastrawan, tetapi agar siswa terampil berbahasa.
Guru bahasa Indonesia adalah pihak yang paling
bertanggung jawab terhadap kualitas kompetensi bahasa Indonesia anak. Guru bahasa Indonesia memang dipandang masih kurang tampil prima dalam membelajarkan bahasa Indonesia. Sarwiji (1996) dalam penelitiannya tentang kesiapan guru bahasa Indonesia, menemukan bahwa kemampuan mereka (guru bahasa Indonesia) masih kurang. Kekurangan itu antara lain, pada pemahaman tujuan pengajaran, kemampuan mengembangkan program pengajaran, dan penyusunan serta penyelenggaraan tes hasil belajar.
Beberapa faktor penghambat dari dalam (faktor guru) yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran bahasa Indonesia adalah: 1) masih adanya guru bahasa Indonesia yang bukan berlatar belakang jurusan bahasa Indonesia, 2) minat membaca dan menulis masih rendah, 3) tidak tersedianya sumber bacaan yang berkaitan langsung dengan pembelajaran bahasa Indonesia semisal karya sastra bermutu, ensiklopedi, kamus 4) kurangnya interaksi antara guru bahasa Indonesia dengan sastrawan atau pun bahasawan, 5) kurangnya media untuk mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia, 6) terbatasnya koleksi buku perpustakaan di sekolah.
Untuk meningkatkan kualitas pemakaian bahasa Indonesia, baik di sekolah maupun dalam suasana formal lainnya, perlu perhatian khusunya dalam hal pembelajaran di sekolah. Upaya itu harus dilakukan sejak dini, yakni mulai dari sekolah dasar yang merupakan dasar pembentukan kompetensi keterampilan berbahasa Indonesia untuk jenjang yang lebih tinggi. Pembelajaran bahasa Indonesia perlu revitalisasi sehingga pembelajaran bahasa Indonesia itu betul-betul berkorelasi dengan peningkatan keterampilan berbahasa siswa dan bukan membebani siswa dengan beragam teori kebahasaan dan kesusasteraan yang menjemukan.
Pembelajaran bahasa Indonesia harus dikembalikan kepada tujuannya yaitu meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Penguasaan bahasa Indonesia yang baik dapat diketahui dari standar kompetensi yang meliputi aspek: (1) mendengarkan (listening skill), (2) berbicara (speaking skill), (3) membaca (reading skill) dan (4) menulis (writing skill).
Dalam penyajian pembelajaran, keempat keterampilan
tersebut erat kaitannya dan saling menunjang. Keterampilan menyimak erat
kaitannya dengan keterampilan berbicara sedangkan keterampilan membaca erat
kaitannya dengan keterampilan menulis. Bahkan keempat keterampilan tersebut
dapat disajikan secara bersamaan dengan penekanan pada salah satu bidang
keterampilan.
Dikutip dari: Purwanto65kpsblog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar